Kami Siap Mengamankan Barang Milik Negara

TERTIB ADMINISTRASI, TERTIB FISIK DAN TERTIB HUKUM

Senin, 28 Desember 2009

Tatacara Pelaporan BMN di BAKOSURTANAL

Tingkat UPKPB
1. Dokumen Sumber
a) Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP)
b) Buku Barang
c) Kartu Identitas Barang (KIB)
d) Dokumen inventarisasi BMN
e) Dokumen pembukuan lainnya

2. Jenis laporan:
a) Daftar Barang Kuasa Pengguna (untuk pertama kali)
b) Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS)
1) Laporan Persediaan
2) Laporan Aset Tetap (Tanah; Gedung dan Bangunan; Peralatan dan Mesin; dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
- Laporan intrakomptabel
- Laporan ekstrakomptabel
- Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
3) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
4) Laporan Aset Lainnya
5) Catatan Ringkas Barang (CRB)
c) Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT)
1) Laporan Persediaan
2) Laporan Aset Tetap (Tanah; Gedung dan Bangunan; Peralatan dan Mesin; dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
- Laporan intrakomptabel
- Laporan ekstrakomptabel
- Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
3) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
4) Laporan Aset Lainnya
5) Catatan Ringkas Barang (CRB)
d) Laporan mutasi BMN
e) Laporan Kondisi Barang (LKB)
f) Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)
g) Laporan PNBP (yang bersumber dari pengelolaan BMN)
h) Arsip Data Komputer (ADK)

3. Prosedur Pelaporan

a) Proses pertama kali
Menyampaikan DBKP yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB yang berisi semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini beserta ADK-nya untuk pertama kali kepada UPPB-E1, atau UPPB dan KPKNL.

b) Proses semesteran
1) Menyusun laporan mutasi BMN pada DBKP berdasarkan data transaksi BMN;
2) Meminta pengesahan laporan mutasi BMN kepada pejabat penanggung jawab UPKPB;
3) Menyampaikan laporan mutasi BMN pada DBKP yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB beserta ADK-nya kepada UPPB-E1, atau UPPB dan KPKNL;
4) Menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran (LBKPS) yang datanya berasal dari Buku Barang, KIB, dan DBKP;
5) Meminta pengesahan LBKPS kepada pejabat penanggung jawab UPKPB;
6) Menyampaikan LBKPS yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB beserta ADK-nya secara periodik kepada UPPB-E1, atau UPPB dan KPKNL;
7) Menyusun Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN;
8) Meminta pengesahan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN kepada pejabat penanggung jawab UPKPB;
9) Menyampaikan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB secara semesteran kepada UPPB-E1, atau UPPB.

c) Proses akhir periode pembukuan
1) Menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Tahunan (LBKPT) yang datanya berasal dari Buku Barang, KIB, dan Daftar Barang;
2) Meminta pengesahan LBKPT kepada pejabat penanggung jawab UPKPB;
3) Menyampaikan LBKPT yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB beserta ADK-nya secara periodik kepada UPPB-E1, atau UPPB dan KPKNL;
4) Menyusun Laporan Kondisi Barang (LKB);
5) Meminta pengesahan LKB kepada pejabat penanggung jawab UPKPB;
6) Menyampaikan LKB Tahunan yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB kepada UPPB-E1, atau UPPB dengan tembusan kepada KPKNL.

d) Proses lainnya
1) Menyusun Laporan Hasil Inventarisasi (LHI) BMN;
2) Meminta pengesahan LHI BMN kepada pejabat penanggung jawab UPKPB;
3) Menyampaikan LHI BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPKPB kepada UPPB-E1, atau UPPB dan KPKNL.

Tingkat UPPB-E1
1. Dokumen sumber
a) Daftar Barang Pengguna-Eselon 1 (DBP-E1)
b) Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) Semesteran dan Tahunan dari UPKPB
c) Laporan kondisi barang (LKB) dari UPKPB
d) Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN dari UPKPB
e) Dokumen inventarisasi BMN
f) Dokumen pembukuan lainnya

2. Jenis laporan
a) Daftar Barang Pengguna-Eselon I (untuk pertama kali)
b) Laporan Barang Pengguna-Eselon I Semesteran (LBPES)
1) Laporan Persediaan
2) Laporan Aset Tetap (Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin, dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
- Laporan intrakomptabel
- Laporan ekstrakomptabel
- Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
3) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
4) Laporan Aset Lainnya
5) Catatan Ringkas Barang (CRB)
c) Laporan Barang Pengguna-Eselon I Tahunan (LBPET)
1) Laporan Persediaan
2) Laporan Aset Tetap (Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin, dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
- Laporan intrakomptabel
- Laporan ekstrakomptabel
- Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
3) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
4) Laporan Aset Lainnya
5) Catatan Ringkas Barang (CRB)
d) Laporan mutasi barang
e) Laporan Kondisi Barang (LKB)
f) Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)
g) Laporan PNBP (yang bersumber dari pengelolaan BMN)
h) Arsip Data Komputer (ADK)

3. Prosedur pelaporan

1) Proses pertama kali
Menyampaikan DBP-E1 yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 yang berisi semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini beserta ADK-nya untuk pertama kali kepada Kanwil DJKN dan UPPB.

2) Proses semesteran
a) Menyusun Laporan mutasi BMN pada DBP-E1 yang datanya berasal dari himpunan laporan mutasi BMN dari UPKPB;
b) Meminta pengesahan Laporan mutasi BMN kepada penanggung jawab UPPB-E1;
c) Menyampaikan Laporan mutasi BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 beserta ADK-nya kepada UPPB;
d) Menyusun Laporan Barang Pengguna Eselon I Semesteran (LBPES) yang datanya berasal dari himpunan LBKPS dari UPKPB;
e) Meminta pengesahan LBPES kepada penanggung jawab UPPB-E1;
f) Menyampaikan LBPES yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 beserta ADK-nya secara periodik kepada UPPB;
g) Menyusun Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang datanya berasal dari himpunan Laporan PNBP dari UPKPB;
h) Meminta pengesahan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN kepada penangung jawab UPPB-E1;
i) Menyampaikan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 secara semesteran kepada UPPB.

3) Proses akhir periode pembukuan
a) Menyusun Laporan Barang Pengguna Eselon I Tahunan (LBPET) yang datanya berasal dari himpunan LBKPT pada UPKPB;
b) Meminta pengesahan LBPET kepada penanggung jawab UPPB-E1;
c) Menyampaikan LBPET yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 beserta ADK-nya secara periodik kepada UPPB;
d) Menyusun Laporan Kondisi Barang (LKB) yang datanya berasal dari himpunan LKB dari UPKPB;
e) Meminta pengesahan LKB ke penanggung jawab UPPB-E1;
f) Menyampaikan LKB Tahunan yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 kepada UPPB.

4) Proses lainnya
a) Menyusun/menghimpun Laporan Hasil Inventarisasi (LHI) BMN yang datanya berasal dari himpunan LHI BMN dari UPKPB;
b) Meminta pengesahan LHI kepada pejabat penanggungjawab UPPB-E1;
c) Menyampaikan LHI BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB-E1 yang datanya berasal dari UPKPB kepada UPPB;
d) Jika diperlukan, UPPB-E1 dapat melakukan pemutakhiran data dalam rangka penyusunan LBPE1 semesteran dan tahunan dengan UPKPB.

Tingkat UPPB
1. Dokumen sumber
a) Daftar Barang Pengguna (DBP)
b) Laporan Barang Kuasa Pengguna (LBKP) Semesteran dan Tahunan dari UPKPB dan/atau Laporan Barang Pengguna Eselon I (LBP-E1)
c) Laporan Kondisi Barang (LKB) dari UPKPB, dan/atau UPPB-E1
d) Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN dari UPKPB dan/atau UPPB-E1
e) Dokumen inventarisasi BMN
f) Dokumen pembukuan lainnya

2. Jenis laporan
a) Daftar Barang Pengguna (untuk pertama kali)
b) Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS)
1) Laporan Persediaan
2) Laporan Aset Tetap (Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin, dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
- Laporan intrakomptabel
- Laporan ekstrakomptabel
- Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
3) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
4) Laporan Aset Lainnya
5) Catatan Ringkas Barang (CRB)

c) Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT)
1) Laporan Persediaan
2) Laporan Aset Tetap (Tanah, Gedung dan Bangunan, Peralatan dan Mesin, dan Jalan, Irigasi, dan Jaringan), meliputi:
- Laporan intrakomptabel
- Laporan ekstrakomptabel
- Laporan gabungan intrakomptabel dan ekstrakomptabel
3) Laporan Konstruksi Dalam Pengerjaan
4) Laporan Aset Lainnya
5) Catatan Ringkas Barang (CRB)

d) Laporan mutasi barang
e) Laporan Kondisi Barang (LKB)
f) Laporan Hasil Inventarisasi (LHI)
g) Laporan PNBP (yang bersumber dari pengelolaan BMN)
h) Arsip Data Komputer (ADK)

3. Proses pelaporan

a) Proses pertama kali
Menyampaikan DBP yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB yang berisi semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan ini beserta ADK-nya untuk pertama kali kepada DJKN.

b) Proses semesteran
1) Menyusun/menghimpun laporan mutasi BMN pada DBP yang datanya berasal dari himpunan laporan mutasi BMN dari UPKPB, dan UPPB-E1;
2) Meminta pengesahan laporan mutasi BMN kepada pejabat penanggung jawab UPPB;
3) Menyampaikan laporan mutasi BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB beserta ADK-nya kepada DJKN;
4) Menyusun Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) yang datanya berasal dari himpunan LBKPS pada UPKPB, dan LBPES pada UPPB-E1;
5) Meminta pengesahan LBPS kepada pejabat penanggung jawab UPPB;
6) Menyampaikan LBPS yang telah disahkan oleh pejabat penanggung jawab UPPB beserta ADK-nya secara periodik yang datanya berasal dari UPKPB, dan UPPB-E1, dan menyampaikannya kepada DJKN;
7) Menyusun Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang datanya berasal dari himpunan Laporan PNBP dari UPKPB, dan UPPB-E1;
8) Meminta pengesahan Laporan PNBP kepada pejabat penanggung jawab UPPB;
9) Menyampaikan Laporan PNBP yang bersumber dari pengelolaan BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB yang datanya berasal dari UPKPB, dan UPPB-E1 secara semesteran kepada DJKN.

c) Proses akhir periode pembukuan
1) Menyusun Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang datanya berasal dari himpunan LBKPS pada UPKPB, dan LBPET pada UPPB-E1;
2) Meminta pengesahan LBPT kepada pejabat penanggung jawab UPPB;
3) Menyampaikan LBPT yang telah disahkan oleh pejabat penanggung jawab UPPB beserta ADK-nya secara periodik kepada DJKN;
4) Menyusun Laporan Kondisi Barang (LKB) yang datanya berasal dari himpunan LKB dari UPKPB, atau UPPB-E1;
5) Meminta pengesahan LKB kepada pejabat penanggung jawab UPPB;
6) Menyampaikan LKB Tahunan yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB kepada DJKN.

d) Proses lainnya
1) Menyusun laporan hasil inventarisasi (LHI) BMN yang datanya berasal dari himpunan LHI BMN dari UPKPB, dan UPPB-E1;
2) Meminta pengesahan LHI BMN kepada pejabat penanggung jawab UPPB;
3) Menyampaikan LHI BMN yang telah disahkan oleh penanggung jawab UPPB kepada DJKN;
4) Jika diperlukan UPPB dapat melakukan rekonsiliasi / pemuta-khiran data dalam rangka penyusunan LBP semesteran dan tahunan dengan UPKPB, dan UPPB-E1.

Tatacara Inventarisasi BMN di BAKOSURTANAL

Tingkat UPKPB
1. Dokumen Sumber
Dokumen sumber pada tingkat UPKPB dalam pelaksanaan inventarisasi BMN meliputi:
a. Daftar Barang Kuasa Penggguna
b. Buku Barang
c. Kartu Identitas Barang (KIB)
d. Daftar Barang Ruangan (DBR)
e. Daftar Barang Lainnya (DBL)
f. Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan
g. Dokumen kepemilikan BMN
h. Dokumen pengelolaan dan penatausahaan
i. Dokumen lainnya yang dianggap perlu

2. Keluaran dari inventarisasi
Dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan inventarisasi BMN pada tingkat UPKPB meliputi:
a. Laporan Hasil Inventarisasi BMN
b. Surat pernyataan kebenaran hasil pelaksanaan inventarisasi BMN
c. Blanko label sementara dan permanen
d. Kertas Kerja Inventarisasi
e. Daftar Barang Hasil Inventarisasi
i. Baik dan Rusak Ringan;
ii. Rusak Berat;
iii. Tidak Diketemukan/hilang;
iv. Berlebih.

3. Prosedur Inventarisasi
Prosedur pelaksanaan Inventarisasi BMN pada tingkat UPKPB terdiri dari 4 (empat) tahap, meliputi:
a. Tahap persiapan
1) Dalam pelaksanaan inventarisasi, dapat dibentuk tim inventarisasi di bawah koordinasi UPPB, dan dapat dibantu oleh unit kerja lain pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang;
2) Menyusun rencana kerja pelaksanaan inventarisasi;
3) Mengumpulkan dokumen sumber;
4) Melakukan pemetaan pelaksanaan inventarisasi, antara lain:
a) Menyiapkan denah lokasi;
b) Memberi nomor/nama ruangan dan penanggungjawab ruangan pada denah lokasi.
5) Menyiapkan blanko label sementara (dari kertas) yang akan ditempelkan pada BMN yang bersangkutan;
6) Menyiapkan data awal;
7) Menyiapkan Kertas Kerja Inventarisasi beserta tata cara pengisiannya.

b. Tahap pelaksanaan
1) Tahap pendataan
a) Menghitung jumlah barang;
b) Meneliti kondisi barang (baik, rusak ringan atau rusak berat);
c) Menempelkan label registrasi sementara pada BMN yang telah dihitung;
d) Mencatat hasil inventarisasi tersebut pada Kertas Kerja Inventarisasi.

2) Tahap identifikasi
a) Pemberian nilai BMN sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan;
b) Mengelompokkan barang dan memberikan kode barang sesuai penggolongan dan kodefikasi barang;
c) Pemisahan barang-barang berdasarkan kategori kondisi:
• Barang Baik dan Rusak Ringan
• Barang Rusak Berat /tidak dapat dipakai lagi
d) Meneliti kelengkapan/eksistensi barang dengan membandingkan data hasil inventarisasi dan data awal/dokumen sumber:
• Barang yang tidak diketemukan/hilang
• Barang yang berlebih.

c. Tahap pelaporan
1) Menyusun Daftar Barang Hasil Inventarisasi (DBHI) yang telah diinventarisasi berdasarkan data kertas kerja dan hasil identifikasi, dengan kriteria:
a. Barang Baik dan Rusak Ringan
b. Barang Rusak Berat/tidak dapat dipakai lagi
c. Barang yang tidak diketemukan/hilang
d. Barang yang berlebih.
2) Membuat surat pernyataan kebenaran hasil pelaksanaan inventarisasi;
3) Menyusun laporan hasil inventarisasi BMN;
4) Meminta pengesahan atas laporan hasil inventarisasi BMN beserta DBHI dan surat pernyataan kepada penanggung jawab UPKPB;
5) Menyampaikan laporan hasil inventarisasi beserta ke-lengkapannya kepada UPPB dengan tembusan kepada KPKNL.

d. Tahap tindak lanjut
1) Membukukan dan mendaftarkan data hasil inventarisasi pada Buku Barang, Kartu Identitas Barang (KIB) dan Daftar Barang Kuasa Pengguna;
2) Memperbaharui DBR dan DBL sesuai dengan hasil inventarisasi yang telah ditetapkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang dikuasakan;
3) Menempelkan blanko label permanen pada masing-masing barang yang diinventarisasi sesuai hasil inventarisasi;
4) Jika diperlukan, UPKPB dapat melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran data hasil inventarisasi dengan UPPB dan KPKNL;
5) Untuk barang yang hilang/tidak diketemukan agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Tingkat UPPB-E1
1. Dokumen Sumber
Dokumen sumber pada tingkat UPPB-E1 dalam pelaksanaan inventarisasi BMN adalah laporan hasil inventarisasi BMN dari UPKPB.
2. Keluaran dari inventarisasi
Dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan inventarisasi BMN pada tingkat UPPB-E1 adalah laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN.

3. Prosedur Inventarisasi
a. Tahap persiapan
1) Mengkoordinasikan rencana pelaksanaan inventarisasi BMN dengan UPKPB;
2) Dalam pelaksanaan inventarisasi, dapat dibentuk tim inventarisasi yang dikoordinir oleh UPPB dan dapat dibantu oleh unit kerja lain pada lingkup Eselon 1 yang bersangkutan pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang;
3) Mengumpulkan dokumen sumber.

b. Tahap pelaksanaan
1) Melakukan bimbingan dan memberikan arahan kepada UPKPB dalam melakukan inventarisasi BMN;
2) Jika diperlukan, UPPB-E1 dapat melakukan rekonsiliasi/ pemutakhiran data hasil inventarisasi dengan UPKPB.

c. Tahap pelaporan
1) Menyusun laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN yang datanya berasal dari himpunan hasil inventarisasi dari UPKPB atau laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN;
2) Meminta pengesahan atas laporan rekaputilasi hasil pelaksanaan inventarisasi BMN kepada penanggung jawab UPPB-E1;
3) Menyampaikan laporan rekapitulasi hasil pelaksanaan inventarisasi kepada UPPB.
d. Tahap evaluasi/tindak lanjut
Mencatat dan mendaftar hasil pelaksanaan inventarisasi yang telah ditetapkan oleh Kepala BAKOSURTANAL atau pejabat yang dikuasakan, pada DBP-E1.

Tingkat UPPB
1. Dokumen Sumber
Dokumen sumber pada tingkat UPPB dalam pelaksanaan inventarisasi BMN meliputi:
a. Laporan hasil inventarisasi BMN dari UPKPB dan/atau
b. Laporan rekapitulasi hasil inventarisasi BMN dari UPPB-E1.

2. Keluaran dari inventarisasi
Dokumen yang dihasilkan dalam pelaksanaan inventarisasi BMN pada tingkat UPPB meliputi Rekapitulasi Laporan Hasil Inventarisasi BMN dan Surat Penetapan Hasil Pelaksanaan Inventarisasi BMN.

3. Prosedur Inventarisasi
a. Tahap persiapan
1) Mengkoordinasikan rencana pelaksanaan inventarisasi BMN dengan UPKPB dan/atau UPPB-E1;
2) Dalam pelaksanaan inventarisasi, dapat dibentuk tim inventarisasi dan dapat dibantu oleh unit kerja lain pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang;
3) Mengumpulkan dokumen sumber.

b. Tahap pelaksanaan
Menghimpun hasil pelaksanaan inventarisasi dari UPKPB atau UPPB-E1 ke dalam Daftar Barang Inventarisasi;

c. Tahap pelaporan
1) Menyusun laporan hasil inventarisasi berdasarkan himpunan hasil inventarisasi dari UPKPB atau UPPB-E1;
2) Menyusun konsep surat pernyataan kebenaran pelaksanaan inventarisasi dari Kepala BAKOSURTANAL atau pejabat yang dikuasakan;
3) Meminta pengesahan atas laporan hasil inventarisasi beserta daftar barang inventarisasi dan surat pernyataan kepada penanggung jawab UPPB;
4) Meminta pengesahan atas konsep surat pernyataan kebenaran pelaksanaan inventarisasi dari Kepala BAKOSURTANAL atau pejabat yang dikuasakan;
5) Menyampaikan laporan hasil inventarisasi kepada DJKN.

d. Tahap tindak lanjut
1) Mencatat dan mendaftarkan hasil inventarisasi yang telah ditetapkan oleh Kepala BAKOSURTANAL pada DBP;
2) Jika diperlukan, UPPB dapat melakukan rekonsiliasi/pemutakhiran data hasil inventarisasi dengan UPKPB atau UPPB-E1.

Pembukuan Barang Milik Negara di BAKOSURTANAL

Tingkat UPKPB
a. UPKPB melaksanakan proses pembukuan atas dokumen sumber dalam rangka menghasilkan data transaksi BMN, Laporan BMN dan laporan manajerial lainnya termasuk yang dananya bersumber dari anggaran pembiayaan dan perhitungan;
b. Untuk keakuratan dan akuntabilitas data transaksi BMN sebagaimana butir a, UPKPB bersama Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) dan/atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan rekonsiliasi secara periodik;
c. Untuk mewujudkan tertib administrasi BMN, UAKPA dan/atau PPK harus menyampaikan dokumen pengadaan termasuk fotocopy SPM dan SP2D kepada UPKPB;
d. Dokumen Sumber
UPKPB melakukan proses pembukuan dokumen sumber dan verifikasi BMN. Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan BMN pada tingkat UPKPB adalah sebagai berikut:
1) Saldo Awal
Catatan, buku, DBKP, dan LBKP BMN periode sebelumnya, dan apabila diperlukan dapat dilakukan inventarisasi.
2) Mutasi, meliputi perolehan, perubahan dan penghapusan.
a) Berita Acara Serah Terima BMN;
b) Dokumen Kepemilikan BMN;
c) Dokumen pengadaan dan/atau pemeliharaan BMN:
i. SPM/SP2D;
ii. Faktur pembelian;
iii. Kuitansi;
iv. Surat Keterangan Penyelesaian Pembangunan;
v. Surat Perintah Kerja (SPK);
vi. Surat Perjanjian/Kontrak;
d) Dokumen pengelolaan BMN;
e) Dokumen lainnya yang sah.
e. Jenis Transaksi Pembukuan BMN
Transaksi yang dicatat dalam pembukuan BMN meliputi empat jenis, yaitu saldo awal, perolehan, perubahan dan penghapusan.
1) Saldo Awal
a) Saldo akhir periode sebelumnya, merupakan akumulasi dari seluruh transaksi BMN periode sebelumnya;
b) Koreksi saldo, merupakan koreksi perubahan atas saldo akhir BMN pada periode sebelumnya yang dikarenakan adanya koreksi pencatatan atas nilai/kuantitas BMN yang telah dicatat dan telah dilaporkan dalam periode sebelumnya dan penambahan/pengurangan sebagai akibat dari pelaksanaan inventarisasi.

2) Perolehan BMN.
a) Hibah, merupakan transaksi perolehan BMN yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis dari luar Pemerintah Pusat;
b) Pembelian, merupakan transaksi perolehan BMN yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN;
c) Penyelesaian Pembangunan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil penyelesaian pembangunan berupa bangunan/gedung dan BMN lainnya yang telah diserahterimakan dengan Berita Acara Serah Terima;
d) Pelaksanaan dari perjanjian/kontrak, merupakan barang yang diperoleh dari pelaksanaan kerjasama pemanfaatan, bangun guna serah/bangun serah guna, tukar menukar, dan perjanjian/kontrak lainnya;
e) Pembatalan penghapusan, merupakan pencatatan BMN dari hasil pembatalan penghapusan yang sebelumnya telah dihapuskan/ dikeluarkan dari pembukuan berdasarkan Surat Keputusan Penghapusan;
f) Rampasan, merupakan transaksi perolehan BMN dari hasil rampasan berdasarkan pelaksanaan ketentuan undang-undang atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekutan hukum tetap;
g) Reklasifikasi Masuk, merupakan transaksi BMN yang sebelumnya telah dicatat dengan penggolongan dan kodefikasi BMN yang lain;
h) Transfer masuk, merupakan transaksi perolehan BMN dari Kuasa Pengguna Barang lain dari satu Pengguna Barang atau dari Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang lainnya.
3) Perubahan BMN
a) Pengurangan, merupakan transaksi pengurangan kuantitas/nilai BMN yang menggunakan satuan luas atau satuan lain yang pengurangannya tidak menyebabkan keseluruhan BMN hilang;
b) Pengembangan, merupakan transaksi pengembangan BMN yang dikapitalisir yang mengakibatkan pemindahbukuan di Buku Barang Ekstrakomptabel ke Buku Barang Intrakomptabel atau perubahan nilai/satuan BMN dalam Buku Barang Intrakomptabel;
c) Perubahan Kondisi, merupakan pencatatan perubahan kondisi BMN;
d) Revaluasi, merupakan transaksi perubahan nilai BMN yang dikarenakan adanya nilai baru dari BMN yang bersangkutan sebagai akibat dari pelaksanaan penilaian BMN.

4) Penghapusan BMN
a) Penghapusan, merupakan transaksi untuk menghapus BMN dari pembukuan berdasarkan suatu Surat Keputusan Penghapusan;
b) Tranfer Keluar, merupakan transaksi penyerahan BMN ke Kuasa Pengguna Barang lain dari satu Pengguna Barang atau ke Kuasa Pengguna Barang/Pengguna Barang lainnya;
c) Hibah, merupakan transaksi penyerahan BMN yang disebabkan oleh pelaksanaan hibah atau yang sejenis dari luar Pemerintah Pusat;
d) Reklasifikasi Keluar, merupakan transaksi BMN kepada pihak lain ke dalam penggolongan dan kodefikasi BMN yang lain. Transaksi ini berkaitan dengan transaksi reklasifikasi masuk.
f. Penggolongan dan Kodefikasi BMN
Penggolongan dan kodefikasi BMN didasarkan pada ketentuan tentang penggolongan dan kodefikasi BMN yang berlaku. Pada pembukuan BMN, barang dapat diklasifikasikan ke dalam golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok. Apabila terdapat BMN yang belum terdaftar pada ketentuan tersebut, agar menggunakan klasifikasi dan kode barang yang mendekati jenis dan/atau fungsinya. Tatacara penggolongan dan kodefikasi BMN diatur dalam Bab IV.
g. Nomor Urut Pendaftaran (NUP)
Nomor Urut Pendaftaran adalah nomor yang menunjukkan urutan pendaftaran BMN pada Buku Barang, dan DBKP per sub-sub kelompok BMN, disusun berdasarkan urutan perolehan.
h. Satuan Barang
Satuan barang dalam pembukuan BMN menggunakan satuan yang terukur dan baku. Tatacara penggunaan satuan barang diatur dalam Bab IV.
i. Kapitalisasi BMN
Penentuan nilai kapitalisasi dalam pembukuan BMN mengacu pada Bab III. Penerapan kapitalisasi dalam pembukuan BMN, mengakibatkan Buku Barang dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu:
1) Buku Barang Intrakomptabel, mencakup BMN berupa aset tetap yang memenuhi kriteria kapitalisasi dan seluruh BMN yang diperoleh sebelum berlakunya kebijakan kapitalisasi, dan BMN yang diperoleh melalui transaksi Transfer Masuk/Penerimaan dari pertukaran/ pengalihan masuk serta BMN yang dipindahbukukan dari Buku Barang Ekstrakomptabel pada saat nilai akumulasi biaya perolehan dan nilai pengembangannya telah mencapai batas minimum kapitalisasi;
2) Buku Barang Ekstrakomptabel, mencakup BMN berupa aset tetap yang tidak memenuhi kriteria kapitalisasi.

j. Penentuan Kondisi BMN
Penentuan kondisi BMN mengacu kepada Bab III. Kriteria kondisi BMN terdiri dari Baik (B), Rusak Ringan (RR), dan Rusak Berat (RB).
k. Kode Lokasi
Kode Lokasi terdiri dari 16 (enam belas) angka yang memuat kode UPPB, UPPB-E1, dan UPKPB. Tatacara pemberian Kode Lokasi diatur dalam Bab IV.
l. Kode Barang
Kode Barang terdiri dari golongan, bidang, kelompok, sub kelompok dan sub-sub kelompok, dengan susunan sebagaimana diatur dalam Bab IV.
m. Kode Registrasi
Kode registrasi merupakan tanda pengenal BMN dengan susunan sebagaimana diatur dalam Bab IV. BMN berupa persediaan dan Konstruksi Dalam Pengerjaan tidak memerlukan kode registrasi barang.
n. Persediaan
1) Persediaan dicatat dalam Buku Persediaan untuk setiap jenis barang;
2) Laporan Persediaan disusun berdasarkan saldo per jenis persediaan pada Buku Persediaan, menurut Subkelompok Barang dan dilaporkan setiap akhir periode pelaporan (semesteran dan tahunan) berdasarkan saldo akhir per-Subkelompok barang pada buku persediaan. Khusus untuk laporan tahunan, saldo akhir persediaan didasarkan pada hasil opname fisik;
3) Penyajian perkiraan persediaan dalam Neraca didasarkan pada hasil proses mapping klasifikasi BMN sesuai Keputusan Menteri Keuangan yang mengatur tentang penggolongan dan kodefikasi barang.
o. Keluaran dari proses pembukuan tingkat UPKPB
Dokumen yang dihasilkan dari proses pembukuan BMN tingkat UPKPB, meliputi:
1) Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP):
a) DBKP Persediaan
b) DBKP Tanah
c) DBKP Gedung dan Bangunan
d) DBKP Peralatan dan Mesin
e) DBKP Jalan, Irigasi, dan Jaringan
f) DBKP Aset Tetap lainnya
g) DBKP Konstruksi Dalam Pengerjaan
h) DBKP Aset Lainnya.
2) Buku Barang dan Kartu Identitas Barang, meliputi:
a) Buku Barang Intrakomptabel
b) Buku Barang Ekstrakomptabel
c) Buku Barang Persediaan
d) Buku Barang Konstruksi Dalam Pengerjaan
e) Kartu Identitas Barang (KIB)
 KIB Tanah
 KIB Gedung dan Bangunan
 KIB Bangunan Air
 KIB Alat Angkutan Bermotor
f) Daftar Barang Ruangan
g) Daftar Barang Lainnya
h) Buku Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
p. Prosedur Pembukuan
1) Proses pertama kali
a) Membukukan dan mencatat semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya PMK Nomor 120/PMK.06/2007 ke dalam Buku Barang dan/atau Kartu Indentitas Barang;
b) Menyusun dan mendaftar semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya PMK Nomor 120/PMK.06/2007 ke dalam DBKP;
c) Meminta pengesahan DBKP pertama kali kepada penanggung jawab UPKPB
2) Proses rutin
a) Membukukan dan mencatat data transaksi BMN ke dalam Buku Barang Intrakomptabel, Buku Barang Ekstrakomptabel, Buku KDP dan Buku Persediaan berdasarkan dokumen sumber;
b) Membukukan dan mencatat semua barang dan perubahannya atas perpindahan barang antar lokasi/ruangan ke dalam Daftar Barang Ruangan (DBR) dan/atau Daftar Barang Lainnya (DBL);
c) Membuat dan/atau memutakhirkan KIB, DBR dan DBL;
d) Membukukan dan mencatat perubahan kondisi barang ke dalam Buku Barang Intrakomptabel, Buku Barang Ekstrakomptabel berdasarkan dokumen sumber;
e) Membukukan dan mencatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berada dalam penguasaannya kedalam Buku PNBP;
f) Mengarsipkan dokumen penatausahaan dan dokumen kepemilikan BMN secara tertib.
3) Proses Bulanan
Melakukan rekonsiliasi data transaksi BMN dengan UAKPA dan/atau pejabat pembuat komitmen.

4) Proses Semesteran
a) Mencatat setiap perubahan data BMN kedalam DBKP berdasarkan data dari Buku Barang dan KIB;
b) Meminta pengesahan DBKP kepada penanggung jawab UPKPB;
c) Melakukan rekonsiliasi atas DBKP dengan KPKNL.
5) Proses Akhir Periode Pembukuan
a) Menginstruksikan kepada setiap Penanggungjawab Ruangan untuk melakukan pengecekan ulang kondisi BMN yang berada di ruangan masing-masing;
b) Mencatat perubahan kondisi BMN yang telah disahkan oleh Penanggungjawab Ruangan ke dalam DBKP serta Buku Barang dan KIB;
c) Melakukan proses back up data.
6) Proses Lainnya
Membukukan dan mencatat hasil inventarisasi ke dalam Buku Barang dan/atau Kartu Identitas Barang.

Tingkat UPPB-E1
a. UPPB-E1 melaksanakan proses pembukuan atas dokumen sumber dalam rangka menghasilkan data transaksi BMN, Laporan BMN dan laporan manajerial lainnya termasuk yang dananya bersumber dari anggaran pembiayaan dan perhitungan;
b. Dokumen Sumber
UPPB-E1 melakukan proses pembukuan dokumen sumber dan verifikasi BMN. Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan BMN pada tingkat UPPB-E1 adalah sebagai berikut:
1) Saldo Awal
DBP-E1 dan LBP-E1 periode sebelumnya.
2) Mutasi, meliputi perolehan, perubahan dan penghapusan yang dilaporkan oleh UPKPB meliputi : DBKP, LBKP BMN, laporan mutasi BMN, laporan kondisi barang, dan laporan inventarisasi BMN dari UPKPB.
c. Keluaran dari proses pembukuan BMN tingkat UPPB-E1
Daftar barang yang dihasilkan dari proses pembukuan BMN tingkat UPPB-E1 meliputi:
Daftar Barang Pengguna Eselon I (DBP-E1):
1) DBP-E1 Persediaan
2) DBP-E1 Tanah
3) DBP-E1 Gedung dan Bangunan
4) DBP-E1 Peralatan dan Mesin
5) DBP-E1 Jalan, Irigasi, dan Jaringan
6) DBP-E1 Aset Tetap Lainnya
7) DBP-E1 Konstruksi Dalam Pengerjaan
8) DBP-E1 Aset Lainnya
d. Prosedur Pembukuan
1) Proses pertama kali
a) Mendaftar semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya PMK Nomor 120/PMK.06/2007 ke dalam DBP-E1, yang datanya berasal dari DBKP;
b) Meminta pengesahan DBP-E1 pertama kali kepada penanggung jawab UPPB-E1.
2) Proses rutin
a) Mendaftar data mutasi BMN ke dalam DBP-E1 berdasarkan dokumen sumber;
b) Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam DBP-E1 berdasarkan dokumen sumber;
c) Menghimpun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berasal dari Laporan PNBP UPKPB;
d) Mengarsipkan asli atau fotocopy/salinan dokumen penatausahaan dan kepemilikan BMN secara tertib.
3) Proses Semesteran
a) Mencatat setiap perubahan DBP-E1 berdasarkan data dari DBKP;
b) Meminta pengesahan DBP-E1 kepada penanggung jawab UPPB-E1.
4) Proses Akhir Periode Pembukuan
Melakukan proses back up data.

Tingkat UPPB
a. UPPB melaksanakan proses pembukuan atas dokumen sumber dalam rangka menghasilkan data transaksi BMN dan Laporan BMN.
b. Dokumen Sumber.
UPPB melakukan proses pembukuan dokumen sumber, verifikasi, dan pelaporan BMN. Dokumen sumber yang digunakan dalam proses pembukuan BMN pada tingkat UPPB-E1 adalah sebagai berikut:
1) Saldo Awal
a) DBP dan LBP periode sebelumnya.
b) DBP-E1 dan/atau DBKP, LBP-E1 dan/atau LBKP, laporan mutasi BMN, laporan kondisi barang, dan laporan inventarisasi BMN dari UPKPB dan/atau UPPB-E1.
2) Mutasi, meliputi perolehan, perubahan dan penghapusan yang dilaporkan oleh:
a) UPKPB meliputi: DBKP, LBKP BMN, laporan mutasi BMN, laporan kondisi barang, dan laporan inventarisasi BMN dari UPKPB, dan/atau
b) UPPB-E1 meliputi: DBP-E1, LBP-E1 BMN, laporan mutasi BMN, laporan kondisi barang, dan laporan inventarisasi BMN dari UPPB-E1
c. Keluaran dari proses pembukuan BMN tingkat UPPB
Daftar barang yang dihasilkan dari proses pembukuan BMN tingkat UPPB, meliputi:
Daftar Barang Pengguna (DBP):
1) DBP Persediaan
2) DBP Tanah
3) DBP Gedung dan Bangunan
4) DBP Peralatan dan Mesin
5) DBP Jalan, Irigasi, dan Jaringan
6) DBP Aset Tetap Lainnya
7) DBP Konstruksi Dalam Pengerjaan
8) DBP Aset Lainnya
d. Prosedur Pembukuan
1) Proses pertama kali
a) Mendaftar semua BMN yang telah ada sebelum diterbitkannya PMK Nomor 120/PMK.06/2007 ke dalam DBP, yang datanya berasal dari DBKP dan/atau DBP-E1;
b) Meminta pengesahan DBP pertama kali kepada penanggung jawab UPPB.
2) Proses rutin
a) Mendaftar data mutasi BMN ke dalam DBP berdasarkan dokumen sumber;
b) Mencatat perubahan kondisi barang ke dalam DBP berdasarkan dokumen sumber;
c) Menghimpun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang bersumber dari pengelolaan BMN yang berasal dari Laporan PNBP UPKPB dan/atau UPPB-E1;
d) Mengarsipkan asli atau fotocopy/salinan dokumen penatausahaan BMN secara tertib;
e) Mengarsipkan fotocopy/salinan dokumen kepemilikan BMN secara tertib.
3) Proses Semesteran
a) Mencatat setiap perubahan DBP berdasarkan data dari DBKP dan/atau DBP-E1;
b) Meminta pengesahan DBP kepada penanggung jawab UPPB;
c) Melakukan rekonsiliasi atas DBP dengan DJKN.
4) Proses Akhir Periode Pembukuan
Melakukan proses back up data.

KEBIJAKAN PENATAUSAHAAN BARANG MILIK NEGARA

A. Kebijakan di Bidang Akuntansi Barang Milik Negara
Barang adalah bagian dari kekayaan negara yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai tidak termasuk uang dan surat berharga. Menurut Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
BMN memiliki jenis dan variasi yang sangat beragam, baik dalam hal tujuan perolehannya maupun masa manfaat yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam perlakuan akuntansinya ada BMN yang dikategorikan sebagai aset lancar, aset tetap dan aset lainnya. Pengkategorian BMN ini dilakukan dalam menyajikan nilai BMN dalam neraca pada Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
BMN dikategorikan sebagai aset lancar apabila diharapkan segera dipakai atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. BMN yang memenuhi kriteria ini diperlakukan sebagai Persediaan.
Sedangkan BMN dikategorikan sebagai aset tetap apabila mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal Kuasa Pengguna Barang, dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. BMN yang memenuhi kriteria tersebut bisa meliputi Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi, dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; serta Konstruksi dalam Pengerjaan.
Dalam sistem akuntansi pemerintah pusat, kebijakan akuntansi BMN mencakup masalah pengakuan, pengukuran, penilaian dan pengungkapan.
1. Persediaan
Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
Persediaan merupakan aset berwujud barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah, bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi, barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan.
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan, barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai seperti komponen bekas.
Persediaan dapat meliputi barang konsumsi, amunisi, bahan untuk pemeliharaan, suku cadang, persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga, pita cukai dan leges, bahan baku, barang dalam proses/setengah jadi, tanah/bangunan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga antara lain berupa cadangan energi (misalnya minyak) atau cadangan pangan (misalnya beras).
a. Pengakuan Persediaan
Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki dan akan dipakai dalam pekerjaan pembangunan fisik yang dikerjakan secara swakelola, dimasukkan sebagai perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, dan tidak dimasukkan sebagai persediaan.
b. Pengukuran
Persediaan disajikan sebesar:
1) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan, dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.
2) Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya overhead tetap dan variabel yang dialokasikan secara sistematis, yang terjadi dalam proses konversi bahan menjadi persediaan.
3) Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/ rampasan.
c. Pengungkapan
Persediaan disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) harus diungkapkan pula:
1) Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
2) Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
3) Kondisi persediaan;
4) Hal-hal lain yang perlu diungkapkan berkaitan dengan persediaan, misalnya persediaan yang diperoleh melalui hibah atau rampasan.
Dalam penyusunan laporan keuangan, Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam Neraca, tetapi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

2. Aset Tetap
a. Tanah
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai.
Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, hanya diakui bila kepemilikan tersebut berdasarkan isi perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada bersifat permanen.
1) Pengakuan
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah. Apabila perolehan tanah belum didukung dengan bukti secara hukum maka tanah tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaannya telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.
2) Pengukuran
Tanah dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai.
Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan. Apabila penilaian tanah dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan, maka nilai tanah didasarkan pada nilai wajar/ taksiran pada saat perolehan.
3) Pengungkapan
Tanah disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) harus diungkapkan pula:
a. Dasar penilaian yang digunakan
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menurut jenis tanah yang menunjukkan:
- Penambahan;
- Pelepasan;
- Mutasi Tanah lainnya.

b. Gedung dan Bangunan
Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang dibeli atau dibangun dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kategori Gedung dan Bangunan adalah BMN yang berupa Bangunan Gedung, Monumen, Bangunan Menara, Rambu-rambu, serta Tugu Titik Kontrol.
1) Pengakuan
Gedung dan Bangunan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Gedung dan Bangunan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Gedung dan Bangunan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Gedung dan Bangunan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Gedung dan Bangunan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Gedung dan Bangunan dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.
2) Pengukuran
Gedung dan Bangunan dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan.
Biaya perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
Jika Gedung dan Bangunan diperoleh melalui kontrak, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perijinan, serta jasa konsultan.
3) Pengungkapan
Gedung dan Bangunan disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a. Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
c. Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan;

c. Peralatan dan Mesin
Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh inventaris kantor yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Wujud fisik Peralatan dan Mesin bisa meliputi: Alat Besar, Alat Angkutan, Alat Bengkel dan Alat Ukur, Alat Pertanian, Alat Kantor dan Rumah Tangga, Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar, Alat Kedokteran dan Kesehatan, Alat Laboratorium, Alat Persenjataan, Komputer, Alat Eksplorasi, Alat Pemboran, Alat Produksi, Pengolahan dan Pemurnian, Alat Bantu Eksplorasi, Alat Keselamatan Kerja, Alat Peraga, serta Unit Proses/Produksi.
1) Pengakuan
Peralatan dan Mesin yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Peralatan dan Mesin yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Peralatan dan Mesin tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Peralatan dan Mesin ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar.
Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Peralatan dan Mesin tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Peralatan dan Mesin karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Peralatan dan Mesin dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
2) Pengukuran
Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan atas Peralatan dan Mesin yang berasal dari pembelian meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang diperoleh melalui kontrak meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan dan jasa konsultan.
Biaya perolehan Peralatan dan Mesin yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan Peralatan dan Mesin tersebut.
3) Pengungkapan
Peralatan dan Mesin disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
• Penambahan;
• Pengembangan; dan
• Penghapusan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.

d. Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Jalan dan Jembatan, Bangunan Air, Instalasi, dan Jaringan.
1) Pengakuan
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Jalan, Irigasi dan Jaringan ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan, pengembangan, dan pengurangan. Penambahan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan yang disebabkan pengadaan baru, diperluas atau diperbesar. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Jalan, Irigasi dan Jaringan tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Jalan, Irigasi dan Jaringan karena peningkatan manfaat yang berakibat pada: durasi masa manfaat, peningkatan efisiensiensi, dan penurunan biaya pengoperasian.
Pengurangan adalah penurunan nilai Jalan, Irigasi, dan Jaringan dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.
2) Pengukuran
Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan, dan pembongkaran bangunan lama.
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
3) Pengungkapan
Jalan, Irigasi dan Jaringan disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
- Penambahan;
- Pengembangan; dan
- Penghapusan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi dan Jaringan.

e. Aset Tetap Lainnya
Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. BMN yang termasuk dalam kategori aset ini adalah Koleksi Perpustakaan/ Buku, Barang Bercorak Kesenian/Kebudayaan/Olah Raga, Hewan, Ikan dan Tanaman.
1) Pengakuan
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh bukan dari donasi diakui pada periode akuntansi ketika aset tersebut siap digunakan berdasarkan jumlah belanja modal yang diakui untuk aset tersebut.
Aset Tetap Lainnya yang diperoleh dari donasi diakui pada saat Aset Tetap Lainnya tersebut diterima dan hak kepemilikannya berpindah.
Pengakuan atas Aset Tetap Lainnya ditentukan jenis transaksinya meliputi: penambahan dan pengurangan.
Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Tetap Lainnya yang disebabkan pengadaan baru. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Aset Tetap Lainnya tersebut.
Pengurangan adalah penurunan nilai Aset Tetap Lainnya dikarenakan berkurangnya kuantitas asset tersebut.
2) Pengukuran
Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan aset tetap lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaans dan pengawasan, serta biaya perizinan. Biaya perolehan asset tetap lainnya yang diadakan melalui swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
3) Pengungkapan
Aset Tetap Lainnya disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai.
b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan dan Penghapusan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya.

f. Konstruksi Dalam Pengerjaan
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai.
1) Pengakuan
Konstruksi Dalam Pengerjaan merupakan aset yang dimaksudkan untuk digunakan dalam operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
Suatu aset berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal dan masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
2) Pengukuran
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan secara swakelola meliputi:
a) Biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi yang mencakup biaya pekerja lapangan termasuk penyelia; biaya bahan; pemindahan sarana, peralatan dan bahan-bahan dari dan ke lokasi konstruksi; penyewaan sarana dan peralatan; serta biaya rancangan dan bantuan teknis yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi.
b) Biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut mencakup biaya asuransi; Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu; dan biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
c) Biaya perolehan konstruksi yang dikerjakan kontrak konstruksi meliputi:
a. Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan.
b. Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
c. Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
3) Pengungkapan
Konstruksi Dalam Pengerjaan disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat
b) penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
c) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
d) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
e) Uang muka kerja yang diberikan;
f) Retensi.


3. Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasikan dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuannya lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak berwujud meliputi software komputer, lisensi dan franchise, hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya, dan hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang.
1) Pengakuan
Pengakuan atas Aset Tak Berwujud ditentukan jenis transaksinya meliputi penambahan, pengembangan dan pengurangan.
Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Tak Berwujud yang disebabkan pengadaan baru. Biaya penambahan dikapitalisasi dan ditambahkan pada harga perolehan Aset Tak berwujud tersebut.
Pengembangan adalah peningkatan nilai Aset Tak Berwujud karena peningkatan manfaat ekonomis dan/atau sosial.
Pengurangan adalah penurunan nilai Aset Tak Berwujud dikarenakan berkurangnya kuantitas aset tersebut.
Untuk hasil kajian yang tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tak berwujud.
2) Pengukuran
Aset tak berwujud dinilai sebesar pengeluaran yang terjadi dengan SPM belanja modal non fisik yang melekat pada aset tersebut setelah dikurangi dengan biaya-biaya lain yang tidak dapat dikapitalisir.
3) Pengungkapan
Aset tak berwujud disajikan sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai;
b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan, Pengembangan dan Pengurangan;
c) Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tak berwujud.

4. Aset Lain-lain
Aset lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, tagihan penjualan angsuran, tuntutan perbendaharaan, tuntutan ganti rugi dan kemitraan dengan pihak ketiga. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lain-lain.
1) Pengakuan
Aset tetap diakui sebagai aset lain-lain pada saat dinilai kondisi aset tetap tersebut adalah rusak berat, tetapi belum ada Surat Keputusan Penghapusan.
Pengakuan atas Aset Lain-lain ditentukan jenis transaksinya meliputi penambahan dan pengurangan.
Penambahan adalah peningkatan nilai Aset Lain-lain yang disebabkan perpindahan dari pos aset tetap.
Pengurangan adalah penurunan nilai Aset Lain-lain dikarenakan telah dikeluarkannya Surat Keputusan Penghapusan dan harus dieliminasi dari Neraca.
2) Pengukuran
Aset lain-lain dinilai sebesar biaya perolehannya atau nilai yang tercatat sebelumnya pada pos aset tetap.
3) Pengungkapan
Aset lain-lain disajikan Neraca sebesar nilai moneternya. Selain itu di dalam Catatan Ringkas Barang (CRB) diungkapkan pula:
a) Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai;
b) Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan Penambahan dan Pengurangan;
c) Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan Aset Lain-lain.

5. Perolehan Secara Gabungan
Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.

6) Aset Bersejarah (Heritage Assets)
Aset bersejarah (heritage assets) tidak disajikan di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art).
Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah,
a. Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar;
b. Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual;
c. Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
d. Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemerintah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset bersejarah dicatat dalam kuantitasnya tanpa nilai, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen.
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akuntansi BMN disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan yang disusun dan ditetapkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP).

B. Mapping Kode Barang ke Kode Buku Besar
Mapping kode barang ke kode buku besar diperlukan karena pencatatan BMN menggunakan kodefikasi tersendiri yaitu sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tentang Penggolongan dan Kodefikasi Barang Milik Negara yang berbeda dengan perkiraan buku besar neraca. Sehingga untuk penyajian BMN sebagai aset tetap dan persediaan di neraca harus dilakukan mapping atau konversi kode barang ke kode perkiraan buku besar aset sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar.

C. Kebijakan di Bidang Kapitalisasi
1. Tujuan :
a. Sebagai landasan hukum dalam pengelolaan dan penatausahaan BMN.
b. Mewujudkan keseragaman dalam menentukan nilai BMN yang dikapitalisir.
c. Mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam pencatatan nilai BMN.

2. Pengeluaran yang dikapitalisasi.
a. Pengeluaran yang dikapitalisasi dilakukan terhadap pengadaan tanah, pembelian peralatan dan mesin sampai siap pakai, pembuatan peralatan, mesin dan bangunan, pembangunan gedung dan bangunan, pembangunan jalan/irigasi/jaringan, pembelian Aset Tetap lainnya sampai siap pakai, dan pembangunan/pembuatan Aset Tetap lainnya.
b. Pengeluaran yang dikapitalisasi sebagaimana dimaksud dalam butir 2.a dirinci sebagai berikut :
1) Pengadaan tanah meliputi biaya pembebasan, pembayaran honor tim, biaya pembuatan sertifikat, biaya pematangan, pengukuran, dan pengurugan.
2) Pembelian peralatan dan mesin sampai siap pakai meliputi harga barang, ongkos angkut, biaya asuransi, biaya pemasangan, dan biaya selama masa uji coba.
3) Pembuatan peralatan, mesin, dan bangunan meliputi :
a) Pembuatan peralatan dan mesin dan bangunannya yang dilaksanakan melalui kontrak berupa pengeluaran sebesar nilai kontrak ditambah biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
b) Pembuatan peralatan dan mesin dan bangunannya yang dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tanaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, dan biaya perizinan.
4) Pembangunan gedung dan bangunan meliputi :
a) Pembangunan gedung dan bangunan yang dilaksanakan melalui kontrak berupa pengeluran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan lama.
b) Pembangunan yang dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan bongkar bangunan lama.
5) Pembangunan jalan/irigasi/jaringan meliputi :
a) Pembangunan jalan/irigasi/jaringan yang dilaksanakan melalui kontrak berupa nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ada diatas tanah yang diperuntukkan untuk keperluan pembangunan.
b) Pembangunan jalan/irigasi/jaringan yang dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ada diatas tanah yang diperuntukkan untuk keperluan pembangunan.
6) Pembelian Aset Tetap Lainnya sampai siap pakai meliputi harga kontrak/beli, ongkos angkut, dan biaya asuransi.
7) Pembangunan/pembuatan Aset Tetap Lainnya :
a) Pembangunan/pembuatan Aset Tetap Lainnya yang dilaksanakan melalui kontrak berupa nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, dan biaya perizinan.
b) Pembangunan/pembuatan Aset Tetap Lainnya yang dilaksanakan secara swakelola berupa biaya langsung dan tidak langsung sampai siap pakai meliputi biaya bahan baku, upah tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, dan jasa konsultan.
c) Nilai penerimaan hibah dari pihak ketiga meliputi nilai yang dinyatakan oleh pemberi hadiah atau nilai taksir, ditambah dengan biaya pengurusan.
d) Nilai penerimaan Aset Tetap dari rampasan meliputi nilai yang dicantumkan dalam keputusan pengadilan atau nilai taksiran harga pasar pada saat aset diperoleh ditambah dengan biaya pengurusan kecuali untuk Tanah, Gedung dan Bangunan meliputi nilai taksiran atau harga pasar yang berlaku.
e) Nilai reklasifikasi masuk meliputi nilai perolehan aset yang direklasifikasi ditambah biaya merubah apabila menambah umur, kapasitas dan manfaat.
f) Nilai pengembangan tanah meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pengurugan dan pematangan.
g) Nilai renovasi dan restorasi meliputi biaya yang dikeluarkan untuk mengingkatkan kualitas dan/atau kapasitas.

3. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap.
a. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap adalah pengeluaran pengadaan baru dan penambahan nilai aset tetap dari hasil pengembangan, reklasifikasi, renovasi, dan restorasi.
b. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap :
1) Pengeluaran untuk per satuan peralatan dan mesin, dan alat olah raga yang sama dengan atau lebih dari Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah), dan
2) Pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang sama dengan atau lebih dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
c. Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana butir 3.b dikecualikan terhadap pengeluaran untuk tanah, jalan/irigasi/jaringan, dan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan dan barang bercorak kesenian.
4. Jenis pencatatan-pencatatan BMN
a. Pencatatan BMN dilakukan dalam buku barang.
b. Pencatatan dalam buku barang terdiri atas pencatatan di dalam pembukuan (intrakomptabel) dan pencatatan di luar pembukuan (ektrakomptabel).
c. BMN yang mempunyai Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana 3.b dicatat di dalam buku inventaris di dalam pembukuan (intrakomptabel).
d. BMN yang mempunyai nilai dibawah Nilai Satuan Minimum Kapitalisasi Aset Tetap sebagaimana 3.b dan hewan, ikan dan tanaman dicatat di dalam buku inventaris di luar pembukuan (ekstrakomptabel).
e. Penerimaan BMN akibat pertukaran dari pihak lain yang tidak dikapitalisasi dicatat dalam buku inventaris di dalam pembukuan (intrakomptabel)
f. Pencatatan penerimaan BMN akibat pertukaran dari pihak lain sebagaimana butir 4.h dilakukan berdasarkan nilai yang disetujui oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
g. Transfer masuk/penerimaan dari pertukaran/pengalihan masuk yang tidak dikalitalisasi dicatat dalam buku inventaris di dalam pembukuan (intrakomptabel).
h. Pencatatan transfer masuk/penerimaan dari pertukaran/pengalihan masuk sebagaimana dimaksud dalam butir 4.j dilakukan berdasarkan nilai perolehan aset dari instansi yang mengalihkan.

5. Penaksiran Nilai dan Kondisi Aset Tetap.
a. Penaksiran nilai aset tetap dilakukan apabila tidak dapat diketahui harga perolehannya.
b. Kondisi aset tetap dikelompokkan atas baik, rusak ringan dan rusak berat.
c. Kriteria kondisi aset tetap yang dimaksud pada butir b dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1) Barang Bergerak
a) Baik (B) : Apabila kondisi barang tersebut masih dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik.
b) Rusak Ringan (RR) : Apabila barang tersebut masih dalam keadaan utuh tetapi kurang berfungsi dengan baik. Untuk berfungsi dengan baik memerlukan perbaikan ringan dan tidak memerlukan penggantian bagian utama/ komponen pokok.
c) Rusak Berat (RB) : Apabila kondisi barang tersebut tidak utuh dan tidak berfungsi lagi atau memerlukan perbaikan besar/ penggantian bagian utama/komponen pokok, sehingga tidak ekonomis lagi untuk diadakan perbaikan/rehabilitasi.
2) Barang Tidak Bergerak
a) Tanah
 Baik (B) : Apabila kondisi tanah tersebut siap dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya.
 Rusak Ringan (RR) : Apabila kondisi tanah tersebut karena sesuatu sebab tidak dapat dipergunakan dan/atau dimanfaatkan dan masih memerlukan pengolahan/perlakuan (misalnya pengeringan, pengurugan, perataan, dan pemadatan) untuk dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukannya.
 Rusak Berat (RB) : Apabila kondisi tanah tersebut tidak dapat lagi dipergunakan dan/atau dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya karena adanya bencana alam, erosi dan sebagainya.
b) Jalan dan Jembatan
 Baik (B) : Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh dan berfungsi dengan baik.
 Rusak Ringan (RR) : Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan utuh namun memelukan perbaikan ringan untuk dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya.
 Rusak Berat (RB) : Apabila kondisi fisik barang tersebut dalam keadaan tidak utuh/tidak berfungsi dengan baik dan memerlukan perbaikan dengan biaya besar.
c) Bangunan
 Baik (B) : Apabila bangunan tersebut utuh dan tidak memerlukan perbaikan yang berarti kecuali pemeliharaan rutin.
 Rusak Ringan (RR) : Apabila bangunan tersebut masih utuh, memerlukan pemeliharaan rutin dan perbaikan ringan pada komponen-komponen bukan konstruksi utama.
 Rusak Berat (RB) : Apabila bangunan tersebut tidak utuh dan tidak dapat dipergunakan lagi.